PRODUK

Untuk Melihatnya Silahkan Klik Disini

WAKTU

PENGUNJUNG

 

Jika situasi normal, judul di atas mungkin agak berlebihan. Namun, dalam keadaan genting seperti pandemi Covid-19 ini, hal normal pun bisa terdramatisir.

Kisahnya bermula dari awal tahun 2021 ini. Saat itu, saya menanam ubi jalar sekadar untuk mengisi halaman belakang rumah agar tidak dipadati oleh tumbuhan liar. Jika nanti ada umbi, itu saya anggap bonus saja.

Ubi jalar pun bertumbuh secara alami, tanpa intervensi pupuk dan sebagainya. Mula-mula tunas bermunculan dari sekujur permukaan bibit ubi jalar kuning. Lama kelamaan batang itu merambati tanah di sekelilingnya. Kira-kira 3 bulan kemudian batang sudah menjalar sejauh radius 2,5 m.

Pikir saya, bila menjalar terus bisa-bisa semua halaman belakang tak tersisa untuk tanaman lain. Saya coba mencabut batang paling dekat dengan bibit untuk melihat apakah umbi sudah tumbuh. Hasilnya mengecewakan karena di bagian akar nihil umbi.

Agar tidak terus menjalar, saya pun memotong batang terluar. Saya mempertahankan bidang rambatan berbentuk bidang persegi panjang dengan dimensi kira-kira 2,5 m x 2 m. Selang sebulan kemudian, batang ubi memanjang lagi. Saya potong kembali agar tidak meluas.

Saya mengulangi lagi pemotongan batang ubi jalar setelah berumur 6 bulan. Dalam proses itu saya mencabut lagi satu batang ubi untuk melihat perkembangan umbi. Hasilnya, lagi-lagi kosong melompong.

Selain ubi jalar kuning, saya juga menanam ubi jalar ungu. Kedua jenis ketela itu berbeda struktur batang dan daunnya. Jika daun ubi kuning berbentuk tanda hati, versi ubi ungu menyerupai tombak. Terhadap ubi jalar ungu ini luas bidang tanamnya saya atur lebih kecil, sekitar 1,5 m x 1,5 m.

 

retizen.republika.co.id/posts/12651/bertahan-hidup-dengan-daun-ubi-jalar

CUSTOMER SERVICE
GALLERY FOTO